JAKARTA (VoA-Islam) - Bukan rahasia umum, setiap malam
pergantian tahun kerap digunakan pasangan remaja untuk melakukan hubungan seks
bebas. Pria biasanya mengawali aksinya dengan rayuan dan janji untuk
bertanggung jawab agar pasangannya yakin.
Di malam tahun baru itu, ada
pria yang merayu dengan meminta pembuktian cinta dan sayang dari sang
kekasih. Biasanya, remaja yang larut dalam kemeriahan malam tahun baru dan hari
valentin mau saja menuruti ajakan itu.
Perbuatan itu juga tidak lepas dari lemahnya kontrol
orangtua terhadap anak. Pengawasan ketat yang dilakukan sebelumnya diberikan
pengecualian pulang malam di hari itu. Beberapa pria yang mengetahui peluang
itu sengaja mengajak pasangannya menginap di hotel dengan alasan pulang
kemalaman.
Dengan memahami sejarah munculnya perayaan tahun baru kita
bisa memastikan bahwa tahun baru Masehi sejatinya termasuk bagian perayaan
orang non-Muslim dan masih satu rangkaian dengan kegiatan mereka selama Natal.
Sejarah Tahun Baru
Perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak
di antara orang-orang yang ikut merayakan hari itu tidak mengetahui kapan
pertama kali acara tersebut diadakan dan latar belakang mengapa hari itu
dirayakan.
Kegiatan ini merupakan pesta warisan dari masa lalu yang
dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka (orang-orang Romawi)
mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus,
The God of Gates, Doors, and Beeginnings.
Menurut kepercayaan bangsa Romawi Kuno, Janus adalah dewa
yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan dan satunya lagi menatap
ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, layaknya momen
pergantian tahun. (G Capdeville “Les épithetes cultuels de Janus” in Mélanges
de l’école française de Rome (Antiquité), hal. 399-400).
Fakta ini menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali
tidak berasal dari budaya kaum Muslimin. Pesta tahun baru masehi, pertama kali
dirayakan orang kafir, yang notabene masyarakat paganis Romawi.
Acara ini terus dirayakan oleh masyarakat modern dewasa ini,
walaupun mereka tidak mengetahui spirit ibadah pagan adalah latar belakang
diadakannya acara ini. Mereka menyemarakkan hari ini dengan berbagai permainan,
menikmati indahnya langit dengan semarak cahaya kembang api, dan sebagainya.
Turut merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan
hari raya orang kafir. Dan ini hukumnya terlarang. Di antara alasan statemen
ini adalah:
Pertama, turut merayakan tahun baru sama dengan meniru
kebiasaan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk meniru
kebiasaan orang-orang yang melakukan perbuatan mungkar dan buruk, termasuk
perbuatan orang-orang kafir. Beliau bersabda: “Siapa yang meniru kebiasaan satu
kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut,” (Hadits shahih riwayat Abu Daud)
Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan: “Siapa yang tinggal di
negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang majusi), dan
meniru kebiasaan mereka, sampai mati maka dia menjadi orang yang rugi pada hari
kiamat.”
Kedua, mengikuti hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas
dan menampakkan rasa cinta kepada mereka. Padahal Allah melarang kita untuk
menjadikan mereka sebagai kekasih dan menampakkan cinta kasih kepada mereka.
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada
mereka (rahasia), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah
ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu,” (QS Al-Mumtahanah: 1).
Ketiga, Hari Raya merupakan bagian dari keyakinan dan
doktrin keyakinan, bukan semata perkara dunia dan hiburan. Ketika Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut
merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan
penduduk madinah:
“Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya,
yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah
menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian; idul fitri dan idul adha,”
(HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).
Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk
madinah, isinya hanya bermain-main dan makan-makan. Sama sekali tidak ada unsur
ritual sebagaimana yang dilakukan orang Majusi, sumber asli dua perayaan ini.
Namun mengingat dua hari raya tersebut adalah perayaan orang
kafir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Sebagai gantinya, Allah
berikan dua hari raya terbaik: Idul Fitri dan Idul Adha.
Turut bergembira dengan hari raya orang kafir, termasuk
terlarang
Karena itu, turut bergembira dengan perayaan orang kafir,
meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk
perbuatan yang terlarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.
Keempat, Allah berfirman, menceritakan keadaan ‘ibadur
rahman (hamba Allah pilihan): “Dan orang-orang yang tidak turut dalam kegiatan
az-Zuur…”
Sebagian ulama menafsirkan kata ‘az-Zuur’ pada ayat di atas
dengan hari raya orang kafir. Artinya berlaku sebaliknya, jika ada orang yang
turut melibatkan dirinya dalam hari raya orang kafir, berarti dia bukan orang
baik.Desastian/dbs
Sumber :
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/12/31/22577/malam-jahannam-tahun-baru-banyak-digunakan-remaja-berbuat-seks-bebas/
0 komentar:
Posting Komentar