Pages

Categories

Blog Archive

find me on facebook

Find me on Twitter @angkaSEBELAS

Minggu, 11 November 2012

Mimpiku Telah Dibunuh Senja


Gemuruh ombak berkejaran, nyiur melambai tertiup angin semilir, menemani duduknya seorang yang tua di atas kayu lapuk di pinggir pantai. Meratapi kelamnya fajar beberapa puluh tahun silam. Langit memerah saat itu. Ya, lelaki tua kesepian dan pincang yang lebih memilih menghabiskan hari ditemani senja yang indah itu adalah aku. Aku hanya bisa menutup hariku seperti itu, karena masa senjaku tak seindah senja di pantai marina yang indah ini.


Azan maghrib tiba, aku kembali ke gubuk kecil yang sebenarnya sudah tidak layak lagi untuk dihuni, tapi apalah daya hanya itu yang ku punya. Usai melaksanakan shalat maghrib, aku selalu duduk di beranda rumah tetangga yang berdampingan dengan gubukku. Tapi malam itu lain, tak seperti biasanya. Seorang pemuda menghampiriku, mulai menyapa akrab lelaki tua ini.
      “Kenapa Kakek hanya duduk merenung di sini? Apa Kakek ada masalah?”
         “Tiada hari tanpa masalah di hidup kakek sekarang, jadi hanya ini yang bisa Kakek lakukan setiap malam.” Jawabku.
         “Kenapa Kakek tidak menghabiskan waktu bersama cucu-cucu Kakek?” Tanyanya ingin tahu.
         “Jangankan punya cucu, anak pun Kakek tidak punya.” Jawabku lagi.

Kemudian mulailah aku bercerita tentang kelamnya fajarku waktu itu, kepada nya. Aku adalah lelaki tua kelahiran tahun 50’an, yang lahir di tengah-tengah keluarga konglomerat. Karena kakek ku berkebangsaan Belanda. Sejak kecil aku selalu merasa senang, apa yang aku inginkan pasti bisa aku dapatkan. Hingga fajar itu membuat hatiku berbisik bahwa ini bukan hanya mimpi, ini adalah kenyataan dan aku tidak perlu bermimpi karena kenyataan di hidupku telah lebih dari cukup.

Ternyata bisikan hati kecilku tadi berani menyeretku ke dalam hal-hal negaif. Pikiranku tidak dapat maju dan berkembang karena aku tidak punya mimpi saat itu. Mengingat memori fajarku yang kelam saja, sudah agak sulit ku rasa. Yang kuingat, pada tahun 71 aku berkumpul bersama teman-teman brandalku di warung remang-remang meneguk miras. Tidak hanya satu atau dua botol yang kami habiskan tetapi bahkan mencapai puluhan botol miras dengan segala jenis yang tersedia. Kemudian seorang temanku menyeletuk,
      “Eh, anak konglomerat! Apa kau tak mau punya istri dan anak?”
      “Buat apa istri? Kalau mau gitu-gituan kan bisa pakai yang ada di sini, terus kalau anak ya tinggal buat saja lah..!” jawabku.
      “Hahahahaha.” Kami tertawa setelah aku selesai menjawab pertanyaan itu.

Itulah sepenggal dialog yang masih kuingat hingga saat ini. Tidak banyak yang kuingat karena waktu itu aku dalam keadaan setengah sadar.


Setelah agak lama bercengkerama dengan masa mudaku yang kelam, bersama anak muda itu, tidak terasa jarum pendek jam dinding yang menggantung di tiang beranda rumah ini telah menunjukkan pukul sembilan malam. Langit semakin gelap, belum sempat aku mengakhiri ceritaku tadi, anak muda itu terlihat gelisah seperti hendak pamit pulang tapi segan mengatakannya karena dari tadi aku terus bercerita.

Aku mengerti gelagatnya saat itu, mungkin ia hendak beristirahat lebih awal karena keesokan harinya ia harus ke kampus. Terus terang aku iri kepada anak muda itu karena pada zaman jahiliyahku dulu, aku sama sekali enggan mengenal istilah “sarjana”. Maka sebagai orang yang merasa telah gagal, aku mulai memberikan petuah kepadanya agar tidak menjadi seperti aku. Aku adalah contoh nyata dari korban pembunuhan atas mimpiku oleh sang senja. Ku harap ia bisa terus berlari mengejar mimpinya, memiliki semangat membara, bukan untuk tawuran atau ugal-ugalan di jalan hingga pincang seperti keadaanku. Tapi semangat untuk meraih apa yang diinginkannya. Sehingga ia bisa tumbuh menjadi generasi yang membanggakan keluarga, agama, bangsa dan Negara. Bukan malah sebaliknya, menjadi generasi yang memalukan.
separador

0 komentar:

Posting Komentar


About me

Foto saya
“I'm selfish, impatient and a little insecure. I make mistakes, I am out of control and at times hard to handle. But if you can't handle me at my worst, then you sure as hell don't deserve me at my best.” ― Marilyn Monroe

With My Beloved Husband

With My Beloved Husband
“Love is that condition in which the happiness of another person is essential to your own.” ― Robert A. Heinlein, Stranger in a Strange Land

with my family

with my family
they are my home, the place where I go..I love my family :)

Childish Crew

Childish Crew
suka lollipop, rajin minum susu, ngemil, makan mie, itulah childish crew :) ada Lidia, Aini, Nurlina, and Devi plus Nofi (lima serangkai)

with jepi and amoii

with jepi and amoii
we love hang out together, especially to Mega Mall Batam Centre :)

I love Rain

I love Rain
kamu suka hujan? aku suka. karena hujan menyimpan banyak cerita berbeda di setiap tetesnya :)