Berbicara tentang hidup memang tidak ada habisnya. Terkadang
terbesit beberapa petanyaan yang hanya bisa kita jawab sendiri dalam diam, seperti:
untuk apa saya hidup? Apa yang sudah saya lakukan dalam kehidupan saya? Kenapa
saya hidup? dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Begitu pula pengalaman, satu bagian yang tidak pernah lepas
dari makna kehidupan. Ya, bagi sebagian orang, mengambil hikmah dari
pengalamannya menjadikan mereka belajar memahami makna kehidupan. Seperti
semboyan iklan Chitatoes “Life is never flat”. Hidup itu tidak selamanya
baik-baik saja, hidup itu tidak datar, melainkan berstruktur. Kadang hidup itu
bergelombang, bergerigi, atau banyak lubang bahkan berkubangan lumpur. Di sini,
aku akan berbagi pengalamanku tentang bagaimana cara menikmati kehidupan ketika
kita sedang berada di kubangan lumpur. Kenapa kubangan lumpur? Aku mengambil
perumpamaan itu, karena aku rasa itu istilah yang pas untuk menggambarkan
situasi atau kondisi ku pada masa-masa sulit waktu itu.
Aku hanya seorang gadis berusia 19 tahun yang belum banyak
memiliki pengalaman. Terlalu sering untuk mengeluh dan tidak bisa menerima
kenyataan. Keadaan ini jauh lebih parah ketika aku berusia 15 tahun lebih tepat
ketika aku berada di bangku SMA kelas 1. Aku terbilang paling muda di kelas,
melihat teman-temanku yang usia nya lebih tua dibandingkan dengan usiaku.
Terlahir di kota Batam, dari keluarga yang serba
berkecukupan dan dipandang, memanjakanku sejak aku masih duduk di bangku Taman
Kanak-kanak. Tapi untungnya kedisiplinan dari keluargaku tidak pernah luntur,
bahkan untuk saling berbagi terhadap sesama pun kami tak pernah perhitungan
untuk melakukannya.
Aku tumbuh menjadi anak yang bisa dibilang paling
membanggakan orang tuaku, menghabiskan masa kecil, masa remaja hingga sekarang
ini selalu di kota Batam yang kecil ini dan menjadi juara kelas berturut-turut
dari SD hingga SMA kelas 1. Prestasi demi prestasipun aku raih, baik akademik
maupun non akademik. Terbiasa mendapat beasiswa sehingga biaya sekolah tidak
terlalu memebebani keluarga ku. Aku bangga menjadi seperti itu, hingga tak
menyadari bahwa itu hanya titipan Nya, itu tak akan bersifat selamanya bahkan
hanya sementara.
Keluarga ku diterpa isu PHK besar-besaran dari perusahaan
bapakku. Bapak yang hanya sebagai kontraktor dari perusahaan swasta hanya bisa
berharap bukan dia dari salah satu karyawan yang di-PHK dan kami pun ikut serta
mendoakan hal tersebut. Alhamdulillah bukan bapak salah satu nya, tapi
kenyataan pahit yang harus kami terima adalah bahwa mungkin bapak akan selalu
pindah tugas mengikuti lokasi proyek yang dikerjakan perusahaannya, mengingat
perusahaan bapak tak lagi mendapat wewenang untuk mendirikan kantor cabang di
kota Batam.
Untuk awalnya bapak ku hanya ditugaskan di Tanjung pinang,
tidak jauh dari Batam dan setiap hari sabtu atau minggu bapak masih bisa
pulang. Keadaan ekonomi keluarga ku semakin memburuk, semua tak bisa lagi
seperti dulu, serba ada. Aku yang masih punya dua saudara kandung yaitu kakak
pertama ku dan adik ku hanya bisa hidup sehemat mungkin. Kakak yang menempuh
pendidikannya di akademik kebidanan membuat bapak ku harus lebih merogok kocek
untuk membayar biaya kuliahnya yang tidak sedikit tiap bulannya.
Keadaan seperti ini membuat ku down, aku, Nofi yang gemuk,
yang memiliki berat 52 kilogram mendadak kurus menjadi 48 kilogram. Hidup ku
hampir menjadi tidak teratur, dan yang menyedihkan lagi pada saat pengumuman
juara kelas SMA kelas 1 semester 2, nama ku tidak termasuk dalam daftar nama
yang menjadi juara. Tak lagi mendapat beasiswa, membuatku semakin down.
Kemudian bapak ku dipindah tugas lagi ke Pekanbaru, semakin
jauh keberadaannya. Hanya bisa pulang sebulan sekali atau bahkan dua bulan
sekali. Aku yang waktu itu belum punya ATM sendiri, hanya bisa menunggu uang
jajan 1 bulan sekali dan itu pun hanya 50 ribu perbulan. Kalau dihitung-hitung
sangat tidak cukup. Tapi apalah daya, aku pun tidak bisa menuntut lebih untuk
itu.
Aku ingat sekali, dalam keadaan seperti ini, keluarga ku
memutuskan untuk membangun rumah kami menjadi 2 tingkat yang rencananya akan
dibangun kost-kost-an. Sebagai uang pemasukan sebagai cadangan bila suatu hari
kami perlu uang lebih dan tidak bisa dikirimkan oleh bapak.
Pada saat masa pembangunan lantai dua tidak memakan waktu
yang singkat bahkan melebihi dari target dikarenakan musim hujan, tidak sehari
dua hari kami harus menguras air dari lantai atas yang masuk ke lantai bawah
yang menyebabkan banjir.
Aku dan mamak sering melakukan puasa senin kamis untuk
meminimalisasikan pengeluaran harian. Semakin ku rasa ekonomi keluarga ku
semakin mencekik, aku pun berusaha uuntuk menjalankan puasa dari hari senin
sampai jum’at. Jika tidak ada kegiatan lain sering aku lanjutkan hingga hari
minggu.
Aku selalu berdoa agar keluarga ku mampu dan terus bersama
menjalani apapun ujian dari Allah swt. Aku tidak berdoa supaya Allah
meringankan cobaan atau ujian ini, karena aku yakin Allah tidak akan memberikan
cobaan dibatas kemamupuan umatnya.
Mulai terbiasa dengan kondisi ini, tiba-tiba hari yang
terasa sangat berat pun tiba, beras habis, susu formula untuk adikku yang waktu
itu masih balita juga habis. Uang simpanan mama juga habis, tinggal sisa uang
jajanku yang masih, dan jika kuberikan pun tidak akan mencukupi untuk membeli
beras 1 karung dan susu formula.
Akhirnya kami terpaksa membeli beras kiloan dan susu kedelai
atau lebih tepatnya air perasan tahu sebagai pengganti susu formula adikku.
Bapak yang belum bisa pulang karena belum diperbolehkan menjadi kabar buruk
bagi kami yang tersisa di rumah, semua nya habis. Untuk makan pun kami hanya
bisa makan indomie, telur, dan sayur-mayur yang serba murah. Benar-benar tidak
ada persediaan lagi. Emas demi emas sudah dijual mamak, hingga emas terakhir
yang kami miliki yaitu antingku yang tinggal sebiji karena yang satu lagi sudah
hilang di pemakaman ketika mengantar jenazah almarhumah guru SMP ku.
Sedih rasanya, “untung rambutnya panjang, mungkin kalau
pendek bakal dikira laki-laki karena tidak memakai anting-anting” itu kalimat
mamak yang aku ingat sampai sekarang.
Aku yang terpuruk menemukan 1 titik cerah yang begitu
menyemangatiku waktu itu. Aku mulai mengenal APG (angkutan pelajar gratis)
program bantuan dari persatuan badan amil zakat. Ini sungguh sangat membantu
bagiku dan keluargaku serta keluarga teman-temanku yang lain yang juga
membutuhkan.
Aku merasa, ini lah saat nya aku bangkit. Keadaan seperti
ini seharusnya tidak menyiksaku. Inilah hidup, cerita kesusahan menjadi bagian
darinya. Kalo hidup ini indah-indah saja tentu tidak akan ada seni nya hidup ini.
Puasa tetap aku lakukan dan dari masa kebangkitanku aku
mulai semngat lagi untuk menuntut ilmu. Tidak sedikit guru-guru menyodorkan aku
peluang untuk mengikuti kegiatan ini itu. Pernah aku masuk ke dalam kantor
majelis guru, salah satu guruku bertanya “Nofi kenapa kurus sekali sekarang?”
dan Pak Mulyanto, guru yang hampir tahu semua tentang permasalahanku celetuk
menjawab “iyalah Bu, puasa terus dia” . Aku pun hanya menyengir “hehe”. Ibu itu
kemudian bilang lagi “puasa diet ya?”. Waduh parah bener nih nanya nya,
fikirku, ya tapi biarlah, tidak semua orang harus tau tentang masalahku.
Penerimaan anggota Organisasi Siswa atau OSIS tahun ajaran
baru telah dibuka. Aku sama sekali tidak mendaftarkan diri untuk itu. Namun
setelah Raker selesai, namaku dimasukkan menjadi salah satu anggota nya oleh
guru bahasa Inggrisku yang kebetulan menjadi koordinator seksi intelektual yang
mencantumkan namaku.
Wah..apa-apaan ini? Pak Jamal (guru bahasa Inggris yang juga
koordinator seksi intelektual) memanggilku. Setelah bicara panjang lebar, aku
tetap saja menolak untuk menjadi anggota osis, apalagi aku tidak diangkat
seperti anggota yang lain, bahkan tidak mengikuti raker. Namun Pak Jamal terus
saja bersikeras, 2 hari kemudian aku dipanggil pak mulyanto mengenai masalah
ini. Pak mul sangat mendukung agar aku bisa bergabung dengan OSIS karena beliau
merupakan Pembina OSIS masa itu. Beliau juga mengatakan, ini satu diantara
upaya supaya aku bisa bangkit, semgat lagi dengan menyibukkan diri di
organisasi. Iya juga fikirku, akhirnya aku menerima tawaran itu.
Seminar demi seminar selalu aku yang ditunjuk untuk mewakili
sekolah, demikian juga pelatihan-pelatihan, apalagi pelatihan tentang
emosional, aku yang mewakili sekolah lagi. Mulai dari Forum Anak Batam, ESQ,
Lomba PMR juga aku yang dikirim meskipun aku bukan anggota PMR waktu itu. Tapi
beruntunglah, aku dan teman-teman yang selalu mewakili sekolah pulang dengan
rasa bangga karena berhasil membawa nama baik sekolah.
Hari demi hari, bulan demi bulan, jadilah aku aktifis
sekolah. Tidak hanya mengikuti seminar dan pelatihan-pelatihan, akupun sibuk
dengan lomba-lomba di dalam dan di luar sekolah. Akhirnya pada pemilihan
anggota OSIS selanjutnya aku diangkat menjadi coordinator seksi intelektual,
jadi makin tambah sibuk. Bahkan teman-teman ku menyebutku wanita karir. Aku
berfikir, mungkin aku tidak bisa lagi menjadi juara kelas, tapi masih ada
kemampuan lain yang aku miliki dan aku pasti bisa meraihnya.
Mulai dari cerdas cermat, debate bahasa Inggris, MTQ, Karya
Ilmiah, hingga lomba PMR pasti ada aku. Mungkin guru-guru udah bosan dengan
aku. 2 tahun lebih aku beradaptasi dengan masalah keluarga yang seperti ini.
Lama-kelamaan tidak terasa berat untuk dijalani. Benar juga kata Allah, bahwa
Ia tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu merubahnya sendiri.
Aku tidak mungkin bisa bangkit jika aku tidak memulainya dari diriku sendiri.
Aku bisa menjadi dikenal semua kalangan waktu itu, bukan
karena aku cantik, tapi karena aku percaya diri aku punya kemampuan yang lebih
dari sekedar berdandan atau bersolek. Boleh ditanyakan kepada teman-temanku,
siapa Nofi itu? Nofi Cuma anak cewek yang gendut, hitam dan tidak pandai
bergaya. Tapi kalau ditanyakan kepada guru-guru, nofi itu aktivis sekolah J
maaf bukan sombong, tapi memang itu kenyataannya hehe
Mulai kelas 3, aku merasa bosan dengan aktivitasku yang
hanya itu-itu saja, tidak ada tantangan, karena kepala sekolah dan orang tuaku
melarang untuk sibuk ini-itu lagi. Tapi tetap ada masalah yang menantangku masa
itu. BIMBEL atau bimbingan belajar yang selalu ngetred menjelang UN pun
menggodaku. Akhirnya aku mencari tempat Bimbel yang harganya terjangkau.
Setelah mendaftar dan menjalaninya sekitar beberapa bulan, ternyata yang kami
dapatkan dari Bimbel sama dengan harganya. Aku pun ingin mendaftar ke tempat
Bimbel lain, yang lebih berkualitas. Akhirnya aku mendapat bantuan dari guru
SMP ku, beliau bersedia membiayai lesku yang waktu itu harganya sebesar Rp
1.500.000,- agar aku bisa selalu pergi dan pulang bareng dengan adinda nya,
Novia, temanku sejak SMP yang juga sekelas ketika aku SMA. Alhamdulillah ya
Allah. Engkau telah memudahkan segala urusanku. Begitu baiknya beliau,
beliaupun tidak mengizinkan aku untuk menceritakan ini kepada orang tuaku,
mengingat beliau juga tahu bagaimana keadaan keluargaku. Akupun berjanji akan
membayarnya jika aku sudah ada uang nanti, tapi beliau menolahnya, subhanallah.
Lepas dari masa susah itu, kerjaan pae sudah mulai normal, meskipun masih
pulang balik Batam-Pekanbaru.
Tapi siapa sangka, sebulan menjelang UN, aku dan teman
dekatku Novia dipanggil untuk menghadap kepala sekolah untuk mewakili sekolah
mengikuti lomba menulis essay tingkat SMA kota Batam. Aku heran, padahal Kepsek
sendiri yang bilang bahwa kami tidak boleh ada lagi kegiatan di kelas tiga
selain sekolah, belajar dan pemantapan. Ternyata karena memang tidak ada lagi
calon dari adik-adik kelas yang mau ikut serta mengingat deadline nya tinggal 1
malam lagi. Wow It’s amazing! Dadakan banget yah? Diiusir dari kelas karena harus menyiapkan
materi untuk lomba menulis itu, aku merasa rugi tidak mengikuti pelajaran dan
pemantapan, tapi itulah dia tantangannya. Setelah aku selesai dengan mengumpulkan
karyaku keesokan harinya, aku harus kerja keras untuk mengejar segala
ketertinggalanku di kelas. Mengingat aku bukan salah satu juara kelas lagi di
kelas jadi harus benar-benar banting tulang untuk belajar materi yang sudah
ketinggalan.
Empat hari kemudian saat hari pengumuman, para guru mengajak
kami untuk bersama menghadiri acara pengumumannya, tapi kami berdua menolak dan
merasa pemantapan fisika hari Sabtu lebih penting daripada acara itu, karena
kami tidak yakin bisa menang
Siapa sangka? Guruku menelpon kepada guru matapelajaran yang
sedang mengajar di kelasku, kami berdua berhasil mendapatkan juara, Novia juara
satu dan aku juara dua, masing-masing kami mendapatkan trophy, piagam serta
tabungan. Alhamdulillah aku benar-benar bersyukur sekali terhadap Allah swt.
Hidupku masih bergelombang, aku sangat bercita-cita
menyambung kuliah di luar Batam mengambil perguruan negeri, tetapi cobaan
kembali menerpaku, aku gagal mengambil PMDK di 3 universitas yang aku impikan
hanya karena aku tidak mendapat restu dari orang tuaku. Padahal semua dokumen
yang dibutuhkan sudah aku siapkan, uang tiket ke jawa juga sudah disiapkan, aku
hanya tinggal pergi untuk tes ngaji dan tes bahasa Arab. Tapi 1 hari menjelang
keberangkatan aku tidak jadi berangkat. 4 kandidat dari sekolah, 3 yang
berangkat karena aku tidak jadi. Aku benar-benar down waktu itu.
Belum lepas dari masalah itu, aku mendapat accident dan
harus kehilangan gigi depanku. Betapa malunya aku. Sepanjang masa perbaikan
gigi dari dokter gigi, aku hanya bisa diam dan tersenyum jika aku senang, tidak
bisa tertawa sama sekali karena aku malu. Ya Allah, ini benar-benar berat.
Selesai UN dan UAS, seluruh kelas 3 yang lainya sudah mulai
sibuk dengan mempersiapkan diri memasuki dunia perkuliahan, sedangkan aku?
Sudah tidak lagi memikirkan itu. Lulus UN saja mungkin aku akan sangat
bersyukur. Lagi-lagi, hidupku bergelombang lagi, dapat telepon dari sekolah
untuk kembali mewakili sekolah lomba debate bahasa Inggris, padahal statusku
hampir menjadi alumni dan gigiku, membuat aku jadi tidak pede.
Tapi aku selalu dikuatkan oleh guruku, hingga aku berusaha
untuk tampil maksimal tidak memikirkan lagi soal gigiku, kalau bukan aku, siapa
lagi? Aku tidak boleh menolak, ini semua demi sekolahku dan masa depanku juga.
Tidak menang juga tidak papa, yang penting tampil. Lawan
kami pada saat itu adalah sekolah SMA swasta Mondial, yang bahasa Inggrisnya
cukup handal juga. Mereka sengaja menguji kesabaranku dengan pura-pura tidak
mendengar apa yang aku katakana. Masya Allah..
Tapi tidak papa, itu Cuma batu kerikil buatku. Yang penting
sudah tampil. Aku bersyukur sekali bisa membantu sekolahku dalam hal-hal yang
sesuai dengan kemampuannku.
Lulus dari sekolah, aku masih belum mau memikirkan kuliahku
lagi, apalagi dengan masalah gigi seperti ini, aku jadi merasa malas menjalani
hidup. Tapi pernah suatu hari aku teringat sebuah peristiwa, waktu itu aku
sedang mengikuti ceramah agama pada saat class meeting, pak ustad yang ceramah
menyodorkan uang 30 ribu, bapak itu
hanya berjalan memutar meneglilingi kami dan bertanya siapa yang ingin
mendapatkan uang ini. Jujur aku sangat ingin. Tapi aku hanya diam dulu,
memikirkan bagaimana caranya, kemudian 2 dari peserta yang hadir maju kedepan,
tapi bapak itu tidak memberikan uang itu. Tiba-tiba uang itu tepat berada di
depan muka ku, tanpa fikir panjang, langsung aku raih uang itu. Bapak itu
teriak, “Naahh,..ini dia”. Aku pun mendapat penjelasan, ketika kita
menginginkan sesuatu, jangan hanya berusaha dan menunggu tetapi juga harus
meraihnya. Ini pelajaran yang berarti buatku.
Aku pun bertanya dalam hati, apa yang aku tunggu? Siapa yang
akan memberi? Tentu tidak ada. Tapi kita yang harus meraihnya sendiri.
Aku memutuskan untuk mencari kerja terlebih dahulu, membantu
meringankan beban keluargaku, alhmdulillah aku diterima sebagai guru les bahasa
Inggris di sebuah yayasan di Batam. Kehidupanku mulai normal lagi, aku tetap
berkuliah tapi di perguruan tinggi swasta di Batam. Bapak ku tetap bertugas di
luar kota, beliau sedang di Medan sekarang.
Hidup ini memang harus bergelombang, bergerigi bahkan
berkubangan lumpur. Sehingga kita bisa mengambil pelajaran tentang hidup. Tapi
ketika mendapat cobaan, jangan menyerah dan berkecil hati, Move On! Lakukan
yang terbaik untuk kedepannya, raihlah apa yang ingin kita raih. Sekian.
1 komentar:
jadi terharu baca ini
gk nyangka ternyata qo sekuat itu phay
aq pikir hidup qo berjalan dengan sangat mulusnya seperti senyum dan canda tawa qo dulu waktu SMA
:)
Posting Komentar